Menelusuri Dunia Cewek Bispak Anak SMP-SMA di Pamekasan, Tuntutan Gaya Hidup Glamor, Pengin Punya Uang Sendiri
Dunia cewek bispak yang melibatkan anak SMP-SMA berlangsung tertutup, rapi, bahkan eksklusif. Alasannya beragam, mulai menjaga kerahasiaan identitas sampai grade masing-masing pelaku. Berikut hasil telusur lanjutan koran ini.
JIKA sebelumnya dihinggapi keraguan terkait adanya bisnis seks yang melibatkan pelajar di Pamekasan, kini keraguan koran ini terjawab setelah tahu bisnis itu tidak dilakoni siswi SMP (baca berita kemarin). Rupanya, ada siswi SMA yang terjun di dunia bispak.
Dibanding bispak anak SMP, yang SMA relatif lebih mudah. Selain tidak terlalu tertutup, diduga mulai terbentuk jaringan. Untuk mengorek keterangan jaringan penyedia jasa kepuasan seks yang terselubung itu, koran ini keluyuran hingga larut malam. Dari satu lokasi ke lokasi lain, dan dari teman satu ke teman lainnya. Senjata andalannya adalah handphone (HP).
Akhirnya, koran ini mulai menemui titik terang bahwa di Pamekasan ada bispak anak SMA. Sebut saja Babin, teman koran ini yang pertama memberi informasi. Babin adalah teman ’seperjuangan’ semasa SMA, tapi beda sekolah.
Berkat informasi dan nomor HP yang telah dikantongi, koran ini mulai melacak keberadaan bispak SMA. Tapi, saat penelusuran, koran ini tetap mengajak Babin. Selain dia mengaku kenal, transaksi lebih relatif mudah.
Pada Sabtu malam, koran ini melalui Babin mencoba menghubungi target (bispak SMA). Lantas, dia mengeluarkan HP-nya. Pesan pendek (SMS) dengan tulisan “Ada di mana, bisa ketemu gak malam ini?” dikirim Babin kepada target.
Tidak sampai 1 menit, HP Babin berbunyi, tanda ada SMS masuk. Rupanya, itu SMS balasan dari target. “Kalau sekarang tidak ada Mas, tapi besok pagi saya ada acara,” isi SMS tersebut. Saat itu jam menunjukkan pukul 19.00.
Babin lalu menghubungi target. Tiba-tiba dia mengajak koran ini ke salah satu café. Ternyata di sana telah ada ABG dengan memakai celana jeans dan T-shirt ketat warna pink.
Dengan penuh percaya diri, koran ini mengenalkan diri kepada target, sebut saja di Prita (nama samaran). Ternyata, Babin telah menyampaikan kepada Prita terkait maksud dan tujuan koran ini: ingin memboking.
“Ini tah orangnya. Asli mana Mas? Kita ngobrol dulu atau langsung (check in),” tanya Prita kepada koran ini. Meskipun sedikit kaget karena blak-blakan, koran ini tetap berusaha tenang dan menjawab pertanyaannya, dengan nama samaran dan alamat palsu.
Ternyata, cewek berkulit putih itu masih duduk di kelas XII (lulus tahun ini, kalau lulus) di salah satu SMA negeri di Pamekasan. Dia mengaku terpaksa menjadi cewek bispak setelah beberapa tahun sebelumnya melakukan hubungan intim dengan pacarnya, lalu ditinggalkan begitu saja.
“Perawanku diambil cowokku. Tapi setelah itu, dia pacaran dengan cewek lain. Berawal dari itu, saya menjalani seks bebas. Bahkan dengan teman-teman dekat saya,” tuturnya polos sambil menyedot rokok jenis mild.
Awalnya Prita tidak punya niatan terjun ke dunia kelam sebagai pemuas nafsu lelaki hidung belang. Tapi, saat dia melihat teman sekelasnya hidup glamor dengan dandanan mengikuti mode, barulah terbesit dia ingin menjadi bispak. Itu juga atas anjuran teman dekatnya.
“Saat itu teman saya bilang, lebih baik dikomersilkan saja. Selain mendapat kepuasan, juga mendapatkan uang untuk bisa membeli segala bentuk kebutuhan,” katanya menirukan anjuran temannya itu.
ABG yang bercita-cita jadi guru ini dalam setiap kencan tarifnya tak pasti. “Saya tidak pernah memberi patokan harga. Sebab, tidak jarang deal-nya dengan teman, jadi saya hanya terima bersih. Tapi selama ini saya tidak pernah menerima di bawah Rp 250 ribu,” ungkapnya.
Dunia bispak yang digeluti tertutup dan rapi. Prita menggunakan jaringan antarteman atau orang yang dikenal baik. Dia enggan melayani panggilan, selain orang yang telah dijadikan ‘makelar’.
“Saya juga tidak mau disebut bispak. Sebab, saya juga punya masa depan. Setelah lulus SMA saya harus kuliah,” katanya.
Dia menegaskan, suatu saat nanti berhenti sebagai bispak. “Setelah menikah, saya berjanji akan setia,” tegasnya.
Jika Prita berawal dari pengalaman seks dengan pacar dan terpengaruh hidup glamor, beda dengan Manik (nama samaran). Siswi kelas X salah satu SMA ini (beda sekolah dengan Prita), mengaku hanya terobsesi pegang uang sendiri.
“Siapa yang tidak pengin pegang uang banyak? Apalagi zaman sekarang, apa sih yang tidak bisa dilakukan,” candanya saat menjawab pertanyaan koran kenapa terpengaruh masuk ke dunia kelam tersebut.
Manik mengaku heran dengan asumsi masyarakat yang terlalu sinis melihat profesinya sebagai pemuas nafsu. “Apa salahnya? Wong tidak mencuri, tidak merampok. Sedangkan kenapa para koruptor terkesan masih mulia di mata mereka (masyarakat),” tandasnya. Dia menilai, profesinya selama ini tidak merugikan orang lain, justru sebaliknya.
Sementara Ketua D DPRD Pamekasan Abd. Rahman mengaku prihatin dengan adanya bisnis cewek bispak yang melibatkan pelajar tersebut. Menurut dia, seharusnya usia belasan tahun merupakan masa belajar, bukan mencari uang. Apalagi dengan cara pintas.
“Ini harus menjadi perhatian serius semua pihak, termasuk kami (DPRD). Sebab, dengan adanya seperti itu (pelajar bispak), juga berpengaruh terhadap semua pihak,” tandasnya.
TAK terasa, sudah 40 hari lamanya upaya melacak keberadaan cewek bispak Pamekasan, terutama di kalangan pelajar. Namun wartawan koran ini masih kesulitan mengungkap modus dan ciri-ciri ABG (anak baru gede) yang bisa melayani hasrat seks lelaki hidung belang secara keseluruhan.
Selain modusnya beragam, penampilan bispak pelajar juga tidak jauh berbeda dengan penampilan ABG pada umumnya. Mereka tidak berdandan menor. Saat di sekolah pun, bispak pelajar itu juga memakai seragam khas Pamekasan, yakni berjilbab.
Sehingga sekilas mereka tidak bisa dibedakan dengan pelajar lainnya. Bahkan mereka ini juga merupakan pelajar yang masih menggantungkan cita-cita tinggi. Termasuk ingin memberi sesuatu kepada negara dan bangsa. Buktinya, saat mereka berada di rumah, mengaku belajar seperti biasanya dan tidak termasuk pelajar yang bodoh.
Hanya saja orientasi seks dan gaya hidup mereka saja yang berbeda dari remaja pada umumnya. Dimana seharusnya masih dalam masa fokus terhadap pendidikan dan memperbanyak wawasan. Dan semestinya juga masih dalam pengawasan orang tua.
Namun meski belum bisa mengungkap secara keseluruhan, minimal koran mampu dan telah mengetahui berbagai modus dan alasan sehingga mereka terjerumus ke lembah hitam itu. Terutama faktor mendasar dari aktifitas sebagai pemuas nafsu sesat.
Sebut saja Nabila (nama samaran), gadis berparas cantik ini sedikitpun tidak ada gelagat bahwa dia bisa dipakai. Selain berpenampilan kalem, jika bertemu dengan siapa pun dia bersikap sopan. Termasuk saat pertama kali berjumpa dengan wartawan koran ini.
ABG yang mengaku masih 18 tahun ini, selain sopan juga tergolong pelajar berwawasan luas. Sebab saat koran ini mengajak berdiskusi berbagai topik, alur pembicaraannya tetap mengalir dan nyambung. Termasuk soal gaya hidup yang berbau seks bebas. Yang akhirnya, bisa melayani setiap orang yang membutuhkannya.
Pelajar yang duduk di salah satu SMA di Pamekasan tersebut mengaku tidak mau melayani semua orang. Selain ingin tetap memendam statusnya, dia juga mengantisipasi tertularnya berbagai penyakit kelamin. Sebab profesi sampingan yang saat ini dilakoninya bukan sekadar mengharap materi belaka.
“Saya liat dulu orangnya, kalau saya merasa sreg, it’s ok! Tidak masalah. Tinggal atur tempat dan waktunya. Tapi kalau hanya merugikan (tidak cakep) aku tidak mau. Kecuali dia mau bayar berkali-kali lipat,” tuturnya saat terlibat perbincangan dengan koran ini.
Nabila juga mengaku, tidak pernah ada tekanan maupun kecelakaan (bersetubuh) saat pacaran, yang menjadi penyebab dirinya terjun ke dunia bispak. Dia menilai hal itu merupakan realitas hidup yang harus dijalaninya.
“Saya tidak menyalahkan pacar saya yang telah merenggut perawanku. Sebab saat melakukan, saya juga menginginkan hal itu. Dan kami sama-sama menikmati dan menerima kepuasan,” jawabnya saat menjawab koran ini tentang perawannya.
Lalu, apa yang melatar belakangi sehingga mau melayani para hidung belang, meskipun tidak semua? Nabila menegaskan, profesinya menjadi bispak bukan sekadar mengejar materi, melainkan juga mencari kepuasan birahi.
“Aku juga butuh kepuasan Mas. Sebab aku juga manusia biasa. Tapi aku tidak munafik bahwa aku juga membutuhkan uang. Namun aku akan merasa puas ketika ada cowok yang memperlakukan aku bukan seperti benda yang sudah dibeli,” tutur ABG yang mengaku tidak akan menikah sebelum kebiasaan buruknya itu tidak bisa ditahan.
Nabila juga mengaku, pelajar bispak sulit dideteksi oleh orang umum. Selain berpenampilan sama, baik saat di sekolah maupun di luar. Gaya hidup mereka tidak ditampakkan kepada teman sekolahnya, kecuali mereka yang sudah tahu.
“Sulit Mas, mungkin kalau di Surabaya ada tanda-tanda dari penampilannya. Kalau di sini (Pamekasan) tidak ada yang beda. Saya saja juga tidak banyak tahu siapa saja yang menjalani profesi seperti saya,” urainya panjang lebar.
Saat itu, koran ini sempat tertegun dan bahkan bingung ketika memikirkan alasan Nabila menjadi bispak. Sebab, dengan diresmikannya Jembatan Suramadu, tidak menutup kemungkinan segala bentuk konsekwensinya harus diterima, termasuk merebaknya bisnis esek-esek itu.
Manariknya, rata-rata dari bispak kalangan pelajar itu mengaku telah biasa menghadapi pelanggan dengan berbagai karakter. Namun, cewek bispak mengaku paling takut kepada wartawan dan polisi. Alasannya beragam.
“Pokoknya saya tidak mau melayani kalau dia polisi atau wartawan. Saya takut dipublikasikan dan ditangkap. Karena tidak ada yang tahu niat dari mereka masing-masing,” ujar Nabila.
Untungnya, saat ‘bertransaksi’ koran ini mengaku sebagai mahasiswa yang sedang kuliah di luar Madura, tapi kebetulan sedang liburan dan pulang kampung. Bahkan, dia banyak bertanya tentang gaya hidup mahasiswa di luar Madura (dengan maksud tidak membandingkan).
Sementara itu, M. Ramli selaku Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan mengaku telah melakukan berbagai bentuk bimbingan yang diserahkan sepenuhnya ke tiap-tiap sekolah.
“Sebenarnya telah kami bentuk pembinaan akhlaqul karimah, yang dibentuk tim di masing-masing sekolah dan dipantau secara berkeliling oleh dinas (Disdik),” katanya saat menjawab adanya bispak yang melibatkan pelajar.
NADI MULYADI, Pamekasan
Sumber : Radar Madura
Dunia cewek bispak yang melibatkan anak SMP-SMA berlangsung tertutup, rapi, bahkan eksklusif. Alasannya beragam, mulai menjaga kerahasiaan identitas sampai grade masing-masing pelaku. Berikut hasil telusur lanjutan koran ini.
JIKA sebelumnya dihinggapi keraguan terkait adanya bisnis seks yang melibatkan pelajar di Pamekasan, kini keraguan koran ini terjawab setelah tahu bisnis itu tidak dilakoni siswi SMP (baca berita kemarin). Rupanya, ada siswi SMA yang terjun di dunia bispak.
Dibanding bispak anak SMP, yang SMA relatif lebih mudah. Selain tidak terlalu tertutup, diduga mulai terbentuk jaringan. Untuk mengorek keterangan jaringan penyedia jasa kepuasan seks yang terselubung itu, koran ini keluyuran hingga larut malam. Dari satu lokasi ke lokasi lain, dan dari teman satu ke teman lainnya. Senjata andalannya adalah handphone (HP).
Akhirnya, koran ini mulai menemui titik terang bahwa di Pamekasan ada bispak anak SMA. Sebut saja Babin, teman koran ini yang pertama memberi informasi. Babin adalah teman ’seperjuangan’ semasa SMA, tapi beda sekolah.
Berkat informasi dan nomor HP yang telah dikantongi, koran ini mulai melacak keberadaan bispak SMA. Tapi, saat penelusuran, koran ini tetap mengajak Babin. Selain dia mengaku kenal, transaksi lebih relatif mudah.
Pada Sabtu malam, koran ini melalui Babin mencoba menghubungi target (bispak SMA). Lantas, dia mengeluarkan HP-nya. Pesan pendek (SMS) dengan tulisan “Ada di mana, bisa ketemu gak malam ini?” dikirim Babin kepada target.
Tidak sampai 1 menit, HP Babin berbunyi, tanda ada SMS masuk. Rupanya, itu SMS balasan dari target. “Kalau sekarang tidak ada Mas, tapi besok pagi saya ada acara,” isi SMS tersebut. Saat itu jam menunjukkan pukul 19.00.
Babin lalu menghubungi target. Tiba-tiba dia mengajak koran ini ke salah satu café. Ternyata di sana telah ada ABG dengan memakai celana jeans dan T-shirt ketat warna pink.
Dengan penuh percaya diri, koran ini mengenalkan diri kepada target, sebut saja di Prita (nama samaran). Ternyata, Babin telah menyampaikan kepada Prita terkait maksud dan tujuan koran ini: ingin memboking.
“Ini tah orangnya. Asli mana Mas? Kita ngobrol dulu atau langsung (check in),” tanya Prita kepada koran ini. Meskipun sedikit kaget karena blak-blakan, koran ini tetap berusaha tenang dan menjawab pertanyaannya, dengan nama samaran dan alamat palsu.
Ternyata, cewek berkulit putih itu masih duduk di kelas XII (lulus tahun ini, kalau lulus) di salah satu SMA negeri di Pamekasan. Dia mengaku terpaksa menjadi cewek bispak setelah beberapa tahun sebelumnya melakukan hubungan intim dengan pacarnya, lalu ditinggalkan begitu saja.
“Perawanku diambil cowokku. Tapi setelah itu, dia pacaran dengan cewek lain. Berawal dari itu, saya menjalani seks bebas. Bahkan dengan teman-teman dekat saya,” tuturnya polos sambil menyedot rokok jenis mild.
Awalnya Prita tidak punya niatan terjun ke dunia kelam sebagai pemuas nafsu lelaki hidung belang. Tapi, saat dia melihat teman sekelasnya hidup glamor dengan dandanan mengikuti mode, barulah terbesit dia ingin menjadi bispak. Itu juga atas anjuran teman dekatnya.
“Saat itu teman saya bilang, lebih baik dikomersilkan saja. Selain mendapat kepuasan, juga mendapatkan uang untuk bisa membeli segala bentuk kebutuhan,” katanya menirukan anjuran temannya itu.
ABG yang bercita-cita jadi guru ini dalam setiap kencan tarifnya tak pasti. “Saya tidak pernah memberi patokan harga. Sebab, tidak jarang deal-nya dengan teman, jadi saya hanya terima bersih. Tapi selama ini saya tidak pernah menerima di bawah Rp 250 ribu,” ungkapnya.
Dunia bispak yang digeluti tertutup dan rapi. Prita menggunakan jaringan antarteman atau orang yang dikenal baik. Dia enggan melayani panggilan, selain orang yang telah dijadikan ‘makelar’.
“Saya juga tidak mau disebut bispak. Sebab, saya juga punya masa depan. Setelah lulus SMA saya harus kuliah,” katanya.
Dia menegaskan, suatu saat nanti berhenti sebagai bispak. “Setelah menikah, saya berjanji akan setia,” tegasnya.
Jika Prita berawal dari pengalaman seks dengan pacar dan terpengaruh hidup glamor, beda dengan Manik (nama samaran). Siswi kelas X salah satu SMA ini (beda sekolah dengan Prita), mengaku hanya terobsesi pegang uang sendiri.
“Siapa yang tidak pengin pegang uang banyak? Apalagi zaman sekarang, apa sih yang tidak bisa dilakukan,” candanya saat menjawab pertanyaan koran kenapa terpengaruh masuk ke dunia kelam tersebut.
Manik mengaku heran dengan asumsi masyarakat yang terlalu sinis melihat profesinya sebagai pemuas nafsu. “Apa salahnya? Wong tidak mencuri, tidak merampok. Sedangkan kenapa para koruptor terkesan masih mulia di mata mereka (masyarakat),” tandasnya. Dia menilai, profesinya selama ini tidak merugikan orang lain, justru sebaliknya.
Sementara Ketua D DPRD Pamekasan Abd. Rahman mengaku prihatin dengan adanya bisnis cewek bispak yang melibatkan pelajar tersebut. Menurut dia, seharusnya usia belasan tahun merupakan masa belajar, bukan mencari uang. Apalagi dengan cara pintas.
“Ini harus menjadi perhatian serius semua pihak, termasuk kami (DPRD). Sebab, dengan adanya seperti itu (pelajar bispak), juga berpengaruh terhadap semua pihak,” tandasnya.
TAK terasa, sudah 40 hari lamanya upaya melacak keberadaan cewek bispak Pamekasan, terutama di kalangan pelajar. Namun wartawan koran ini masih kesulitan mengungkap modus dan ciri-ciri ABG (anak baru gede) yang bisa melayani hasrat seks lelaki hidung belang secara keseluruhan.
Selain modusnya beragam, penampilan bispak pelajar juga tidak jauh berbeda dengan penampilan ABG pada umumnya. Mereka tidak berdandan menor. Saat di sekolah pun, bispak pelajar itu juga memakai seragam khas Pamekasan, yakni berjilbab.
Sehingga sekilas mereka tidak bisa dibedakan dengan pelajar lainnya. Bahkan mereka ini juga merupakan pelajar yang masih menggantungkan cita-cita tinggi. Termasuk ingin memberi sesuatu kepada negara dan bangsa. Buktinya, saat mereka berada di rumah, mengaku belajar seperti biasanya dan tidak termasuk pelajar yang bodoh.
Hanya saja orientasi seks dan gaya hidup mereka saja yang berbeda dari remaja pada umumnya. Dimana seharusnya masih dalam masa fokus terhadap pendidikan dan memperbanyak wawasan. Dan semestinya juga masih dalam pengawasan orang tua.
Namun meski belum bisa mengungkap secara keseluruhan, minimal koran mampu dan telah mengetahui berbagai modus dan alasan sehingga mereka terjerumus ke lembah hitam itu. Terutama faktor mendasar dari aktifitas sebagai pemuas nafsu sesat.
Sebut saja Nabila (nama samaran), gadis berparas cantik ini sedikitpun tidak ada gelagat bahwa dia bisa dipakai. Selain berpenampilan kalem, jika bertemu dengan siapa pun dia bersikap sopan. Termasuk saat pertama kali berjumpa dengan wartawan koran ini.
ABG yang mengaku masih 18 tahun ini, selain sopan juga tergolong pelajar berwawasan luas. Sebab saat koran ini mengajak berdiskusi berbagai topik, alur pembicaraannya tetap mengalir dan nyambung. Termasuk soal gaya hidup yang berbau seks bebas. Yang akhirnya, bisa melayani setiap orang yang membutuhkannya.
Pelajar yang duduk di salah satu SMA di Pamekasan tersebut mengaku tidak mau melayani semua orang. Selain ingin tetap memendam statusnya, dia juga mengantisipasi tertularnya berbagai penyakit kelamin. Sebab profesi sampingan yang saat ini dilakoninya bukan sekadar mengharap materi belaka.
“Saya liat dulu orangnya, kalau saya merasa sreg, it’s ok! Tidak masalah. Tinggal atur tempat dan waktunya. Tapi kalau hanya merugikan (tidak cakep) aku tidak mau. Kecuali dia mau bayar berkali-kali lipat,” tuturnya saat terlibat perbincangan dengan koran ini.
Nabila juga mengaku, tidak pernah ada tekanan maupun kecelakaan (bersetubuh) saat pacaran, yang menjadi penyebab dirinya terjun ke dunia bispak. Dia menilai hal itu merupakan realitas hidup yang harus dijalaninya.
“Saya tidak menyalahkan pacar saya yang telah merenggut perawanku. Sebab saat melakukan, saya juga menginginkan hal itu. Dan kami sama-sama menikmati dan menerima kepuasan,” jawabnya saat menjawab koran ini tentang perawannya.
Lalu, apa yang melatar belakangi sehingga mau melayani para hidung belang, meskipun tidak semua? Nabila menegaskan, profesinya menjadi bispak bukan sekadar mengejar materi, melainkan juga mencari kepuasan birahi.
“Aku juga butuh kepuasan Mas. Sebab aku juga manusia biasa. Tapi aku tidak munafik bahwa aku juga membutuhkan uang. Namun aku akan merasa puas ketika ada cowok yang memperlakukan aku bukan seperti benda yang sudah dibeli,” tutur ABG yang mengaku tidak akan menikah sebelum kebiasaan buruknya itu tidak bisa ditahan.
Nabila juga mengaku, pelajar bispak sulit dideteksi oleh orang umum. Selain berpenampilan sama, baik saat di sekolah maupun di luar. Gaya hidup mereka tidak ditampakkan kepada teman sekolahnya, kecuali mereka yang sudah tahu.
“Sulit Mas, mungkin kalau di Surabaya ada tanda-tanda dari penampilannya. Kalau di sini (Pamekasan) tidak ada yang beda. Saya saja juga tidak banyak tahu siapa saja yang menjalani profesi seperti saya,” urainya panjang lebar.
Saat itu, koran ini sempat tertegun dan bahkan bingung ketika memikirkan alasan Nabila menjadi bispak. Sebab, dengan diresmikannya Jembatan Suramadu, tidak menutup kemungkinan segala bentuk konsekwensinya harus diterima, termasuk merebaknya bisnis esek-esek itu.
Manariknya, rata-rata dari bispak kalangan pelajar itu mengaku telah biasa menghadapi pelanggan dengan berbagai karakter. Namun, cewek bispak mengaku paling takut kepada wartawan dan polisi. Alasannya beragam.
“Pokoknya saya tidak mau melayani kalau dia polisi atau wartawan. Saya takut dipublikasikan dan ditangkap. Karena tidak ada yang tahu niat dari mereka masing-masing,” ujar Nabila.
Untungnya, saat ‘bertransaksi’ koran ini mengaku sebagai mahasiswa yang sedang kuliah di luar Madura, tapi kebetulan sedang liburan dan pulang kampung. Bahkan, dia banyak bertanya tentang gaya hidup mahasiswa di luar Madura (dengan maksud tidak membandingkan).
Sementara itu, M. Ramli selaku Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan mengaku telah melakukan berbagai bentuk bimbingan yang diserahkan sepenuhnya ke tiap-tiap sekolah.
“Sebenarnya telah kami bentuk pembinaan akhlaqul karimah, yang dibentuk tim di masing-masing sekolah dan dipantau secara berkeliling oleh dinas (Disdik),” katanya saat menjawab adanya bispak yang melibatkan pelajar.
NADI MULYADI, Pamekasan
Sumber : Radar Madura