Spoiler for 1.Koes Plus:
Spoiler for 2.Iwan Fals:
Spoiler for 3.Chrisye:
Spoiler for 4.Benyamin S.:
Spoiler for 5.Ismail Marzuki:
Spoiler for 6.Slank:
Spoiler for 7.Guruh Soekarno Putra:
Spoiler for 8.God Bless:
Spoiler for 9.Titiek Puspa:
Spoiler for 10.Bimbo:
Spoiler for 11.Bing Slamet:
Spoiler for 13.Fariz RM:
Spoiler for 14.Gombloh:
Spoiler for 15.Ebiet G. Ade:
Oleh Jimi The Upstairs
Ketika mendengarkan kembali album Camelia I, saya tercengang. Gila. Ternyata sejak kecil saya terbiasa mendengarkan album sehebat ini. Puisi dan lagu Ebiet bertambah dahsyat dengan kemasan musik Billy J Budiarjo. "Lelaki Ilham Dari Surga" adalah nomor terbaik di album ini. Lagu yang bernuansa religius, dengan lirik jenius. Dalam suasana-suasana tertentu, lagu ini dapat membuat saya terharu mendalam. Untuk yang bernuansa cinta, "Episode Cinta yang Hilang" adalah pilihan saya. Billy J Budiarjo bermain gitar dengan apik di sana. "Kapankah akan kudengar lagi/Nyanyian angin dan -denting gitarmu", langsung disambut dengan sekelebatan gitar. Itu adalah sebagian kecil part yang menggoda. Walau tak dipungkiri, "Lagu Untuk Sebuah Nama" adalah pembenaran ketika kita jadi pecundang. Dan "Camelia", waaah, Dodo Zakaria membuat lagu ini jadi semakin megah. Ketika kecil saya tidak merasakan semuanya sejauh ini. Yah, lebih baik terlambat menyadarinya daripada tidak sama sekali.
Spoiler for 16. Gesang:
Spoiler for 17. Harry Roesli:
Spoiler for 18. Jack Lesmana:
Spoiler for 19. Ahmad Albar:
Spoiler for 20. The Rollies:
Spoiler for 21. Erros Djarot:
Spoiler for 22. Yockie Suryoprayogo:
Spoiler for 23. Dewa19:
Spoiler for 24. Ahmad Dhani:
Spoiler for 25. Indra Lesmana:
16. Gesang
Pongki Jikustik: "Sosok Gesang adalah sosok yang sa-ngat identik dengan orang Jawa: rendah hati dan kalem. Empat atau lima tahun yang lalu, saya pernah berada di satu acara bersama beliau di mana ia menyanyi “Bengawan Solo” untuk salah satu stasiun televisi swasta. Pada saat itu suaranya memang sudah tidak terdengar seperti penyanyi, namun saya maklum karena itu pasti akibat faktor usia. Saya tidak sempat berbincang dengannya, saya hanya bisa melihatnya dari jauh. Namun dari situ saya menangkap kesederhanaan dan keramahan yang dipancarkan olehnya. Beliau datang dengan memakai baju batik, tidak banyak bicara, sangat low profile. Kondisinya saat itu sangat sehat dan masih bisa menyanyi. Yang saya tahu, sekarang ini keadaan Gesang secara fisik boleh dibilang masih sangat hebat. Untuk usia seuzur beliau, fisiknya masih bagus sekali. Ini pasti orang di atas rata-rata".
17. Harry Roesli
Fariz RM: "Harry Roesli adalah tokoh penting bagi karier bermusik saya. Kalau Chrisye menyadarkan saya akan sikap profesionalitas, Yockie Suryoprayogo dalam musikalitas dan Eros Djarot mempengaruhi cara berpikir saya, Harry Roesli adalah satu–satunya pemusik pribumi yang saya kagumi prinsipnya. Sebagai pribadi, Kang Harry adalah contoh yang seharusnya menjadi pembelajaran bagi generasi musik muda nasional dalam hal mencintai musik dan bagaimana seha-rusnya pemusik memiliki kepercayaan atas hasil kreativitasnya sendiri. Seingat saya, Kang Harry tidak mau kompromi jika sudah bicara soal apa yang ada di isi kepalanya. Kalau ditegur soal kebiasaannya merokok, si Akang selalu menyahut, Sambung menyambung menjadi satu".
18. Jack Lesmana
Indra Lesmana: "Kontribusi utama yang telah ayah berikan adalah upaya dan kegigihannya dalam mengenalkan musik jazz. Segenap aktivitasnya menjadi terobosan, perubahan dan pengaruh baru bagi perkembangan musik di Indonesia. Ayah mendirikan grup “Indonesian All Stars” bersama Bubi Chen, alm. Yopie Chen, alm. Maryono dan Benny Mustafa. Formasi ini berhasil membuka mata dunia akan kemajuan musik jazz di Indonesia. Penampilan me-reka di Berlin Jazz Festival pada tahun 1967 dan membuat album rekaman kolaborasi bersama pemain clarinet jazz dunia, Tony Scott, adalah salah satu masterpiece yang membanggakan. Prestasi yang mereka berikan menjadi bibit dari hubungan baik program seni budaya Indonesia dengan beberapa negara luar, khususnya dalam mendatangkan beberapa musisi jazz dari mancanegara".
19. Ahmad Albar
Ian Antono: "Saya mengagumi kharisma Achmad Albar. Hal itu tidak bisa dibentuk karena sifatnya sangat alamiah. Ketika di atas panggung, ia memiliki wibawa yang berbeda dengan siapa pun. Seperti halnya kita menyaksikan aksi panggung Mick Jagger, walau diam saja di atas panggung, orang tetap antusias melihatnya. Kira-kira seperti itulah seorang Achmad Albar.
Selain penuh wibawa, ia juga sangat tenang saat berada di atas panggung. Terkadang kalau saya menyanyi di depan mike dan ia ada di samping saya, suaranya bisa lebih keras daripada saya. Jika terjadi keributan di antara penonton, dengan suaranya yang keras itu ia berteriak menengahi. Teriakan panitia atau polisi selalu gagal, tapi suara Achmad Albar membuat mereka langsung berhenti.
20. The Rollies
Benny Soebardja: "Sebenarnya jauh sebelum The -Rollies berdiri, saya sudah pernah bermain musik bareng dengan Gito di band pelajar saya sebagai siswa SMAN 5 Bandung, sementara Gito di SMAN 2 Bandung. Menilik musikalitas mere-ka, bagi saya The Rollies telah berhasil memberikan kontribusi positif bagi perkembangan musik pop di Indonesia. Mereka menambahkan unsur alat musik tiup atau brass section. Menurut saya sampai sekarang belum pernah ada lagi band seperti Rollies, dalam arti grup yang siap untuk mengetengahkan konsep bermusik sendiri tanpa harus meng-ikuti selera pasar. Sebuah penyikap-an yang sangat jarang ditemukan di industri musik arus utama, terlebih pada zaman musik sekarang. The Rollies di samping berhasil mengekspresikan musik Indonesia, beberapa personelnya, terutama Gito dan Deddy, sungguh pandai bermasyarakat dan bergaul dengan semua lapisan".
21. Erros Djarot
Yockie Suryoprayogo: "Selama Erros terjun ke politik, sebagai seniman saya merasa sangat “dirugikan”. Tentu yang berhubungan kerjasama musikal saya dengan dia, selalu tidak tuntas, karena kepentingan di wilayah kesenian berbeda dengan wilayah politik. Kesenian berbicara dengan rasa, etika, moralitas sementara politik berbicara dengan kepentingan demi kekuasaan. Saya selalu gamang untuk menyeret dia, ke wilayah kesenian atau wilayah politik? Erros pun sepertinya bingung menempatkan dirinya sebagai seniman atau politikus. Pada akhirnya saya menyadari skala prioritas Erros. Sebagai musisi, domain saya ada di musik hingga skala prioritas pertama adalah musik sementara Erros selama puluhan tahun domainnya politik. Otomatis skala prioritasnya adalah politik. Saya kini memahaminya dan tidak berharap banyak. Sebagai teman baik, saya hanya kangen sebuah karya atau konsep dari Erros Djarot- yang bisa menjadi karya utuh seperti album Badai Pasti Berlalu, film Cut Nyak Dhien atau Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan [PDIP] yang ikut ia desain bersama Megawati Soekarnoputri".
22. Yockie Suryoprayogo
Ade Paloh: "Yockie membuktikan bahwa ia adalah agen anak muda zamannya, menjungkirbalikkan tren lama musik pop Indonesia yang ‘cengeng’ dan ‘hipermelankolis’ dengan sempurna. Ia juga yang meyakinkan Chrisye — yang pada saat itu lebih dikenal sebagai pemain gitar bas — untuk bernyanyi lagu klasik “Lilin-Lilin Kecil” hingga menerbangkan Chrisye ke singgasana kerajaan vokal teratas negeri ini. Yockie yang handal pada synthesizer, tidak tinggal diam dalam kesenggangan ke-suksesan. Bosan dengan gaya ‘jalanan,’ ia berusaha memadukannya dengan sesuatu yang lebih ‘sekolahan’. Ia yang pada saat itu belum mahir menulis notasi partitur, belajar kilat dengan maestro terkemuka Idris Sardi yang terkenal galak dan regimental, untuk menghasilkan masterpiece Musik Saya Adalah Saya. Imbuhan orkestra fundamental digunakan sebagai pengganti suara synthesizer untuk membuat aransemen repertoire pop ‘Indonesiana’ hasil karya dia dan para kompatriotnya, menjadi prese-den baru untuk khazanah musik Indonesia akhir ’70-an hingga awal ’80-an".
23. Dewa19
Giring Nidji: "Dhani pernah cerita waktu memakai lambang Tuhan di Laskar Cinta, ada orang fanatik mendatangi Dhani dan ngomong, “Ini lambang Tuhan!” Dhani cuma ngomong ke temannya, “Oh, begini susahnya jadi John Lennon.” Gila! Mungkin dia banyak menulis cinta ka-rena hatinya percaya bahwa cinta bisa mengubah segalanya. Mungkin cara menga-takannya berbeda. Kadang-kadang orang menganggapnya terlalu arogan. Tapi kalau kita mengenalnya lebih dekat, he’s a very cool dude. Saat Nidji era album pertama, kami selalu takjub ketika bertemu dengan musisi-musisi senior, selalu ingin tahu lebih dekat. Ada yang pernah wanti-wanti ke saya, Kalau dengan Dhani, siap-siap sakit hati. Tapi tidak seperti itu yang saya alami bersama Nidji. Yang membuat saya tertawa, waktu saya salaman, dia ngomong, Lo salaman mulu. Ya sudah."
24. Ahmad Dhani
Ahmad Dhani: "Saya beruntung sampai saat ini saya dianugerahi oleh Allah SWT seabreg selera musik yang beraneka ragam, sehingga saya menikmati karya Sergei Rach-maninoff atau juga Maurice Ravel, akibat bergaul dengan pemain orkestra saat rekaman string untuk album-album Dewa19. Saya juga tidak tahu kenapa saya menggemari musik R&B, mungkin mencari format musik fusion yang memudar di era ’90-an, maka saya menggemari TLC dan Faith Evans. Saya beruntung bisa alat musik kibor dan gitar sehingga memudahkan saya memahami musik Steve Vai sekaligus musik elektronik Chemical Brothers. Karena saya mengerti gitar, maka saya mengagumi dan mengadopsi The Edge dan Brian May. Dan setelah saya lakukan riset lagi, memang musisi yang menguasai gitar dan kibor akan menghasilkan karya yang lebih beraneka ragam ketimbang musisi yang hanya menguasai satu alat musik. Dan keberuntungan saya yang terbesar adalah selalu mendapatkan kebetulan dalam memproduksi album. Kebetulan dapat nada-nada bagus. Kebetulan dapat lirik-lirik komersial. Kebetulan dapat sound-sound bagus. Kebetulan dapat ide bagus buat aransemennya. Kebetulan ada yang beli kaset/ CD-nya. Kebetulan ada yang mengaktivasi RBT-nya. Kebetulan ada 'kebetulan' yang lainnya".
25. Indra Lesmana
EQ Humania: "Dalam sekilas pandang, memang sosok Indra Lesmana sudah mendapat apresiasi yang besar dari Indonesia. Namun menilik kualitas Indra Lesmana sebagai manusia dan musisi, khususnya sebagai musisi jazz, ia bisa lebih maksimal dan go all the way. Saya ada di sana ketika dalam sebuah titik di hidupnya, Indra Lesmana memutuskan untuk hidup di Indonesia. Saya juga sering berbincang dengannya, bahwa sebenarnya Indonesia membutuhkan orang-orang seperti dia. Bagi saya Indra Lesmana sudah mencapai titik yang tinggi dalam hal pencapaian seorang musisi. Namun saya juga menyadari bahwa dengan kemampuannya, ia akan lebih bersinar bila ada di luar negeri, di mana ia akan kerap dikelilingi oleh orang-orang yang berlevel sama [tanpa bermaksud merendahkan orang-orang yang ada di Indonesia tentunya]. Namun pada ak-hirnya ia sadar bahwa ia memiliki semacam tanggung jawab moral, atau bisa dikatakan peran, yang harus ia jalankan di sini".
author : Tamtomo