Senin, 18/10/2010 05:26 WIB
Andi Arief: Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan Nasional
Jakarta - Staf Khusus Presiden Bidang Bencana dan Bantuan Sosial, Andi Arief, menilai gelar pahlawan nasional tidak layak diberikan kepada mantan Presiden Soeharto. Soeharto dinilai terlalu banyak merugikan rakyat Indonesia ketimbang membawa kemajuan.
"Bukan hanya Soeharto tak layak mendapat gelar pahlawan, menyodorkan nama Soeharto sebagai pahlawan adalah kerjaan yang tidak perlu," tegas Andi kepada detikcom, Senin (18/10/2010).
Andi menuturkan, Presiden Soeharto terlalu banyak menodai kepercayaan rakyat Indonesia. Soeharto, menurut Andi, terlibat dalam banyak pelanggaran HAM, penculikan aktivis, hingga korupsi.
Andi menambahkan, semangat rekonsiliasi dibalik rencana pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto layak diapresiasi. Namun, lebih dari itu, rakyat Indonesia butuh cara rekonsiliasi yang konkret.
"Mudah-mudahan bukan gelar pahlawan yang diinginkan Tommy, cendana, dan kroni Soeharto. Tapi hilang dendam dan sumbangsih untuk membangun," terang Andi.
Cara rekonsiliasi yang bisa diterima rakyat Indonesia tersebut, menurut Andi, harus dengan pengembalian kerugian negara. Keluarga cendana dan kroninya haruslah mau mengembalikan uang negara yang telah diambil, bukan memohon gelar pahlawan.
"Harus ada yang mengalah, Tommy dan kroni cendana harus mengalah memasukkan dan mengembalikan uang kepada rakyat secara terhormat. Banyak model bisa dilakukan seperti rekonsiliasi pajak dan memutar di sektor riil," sarannya.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengatakan pemerintah sudah menyaring 10 nama calon pahlawan nasional. Mereka adalah Ali Sadikin dari Jawa Barat, Habib Sayid Al Jufrie dari Sulteng, HM Soeharto dari Jawa Tengah, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dari Jawa Timur.
Selanjutnya Andi Depu dari Sulawesi Barat, Johanes Leimena dari Maluku, Abraham Dimara dari Papua, Andi Makkasau dari Sulawesi Selatan, Pakubuwono X dari Jawa Tengah, dan Sanusi dari Jawa Barat.
Nama-nama ini sekarang akan dibawa ke Dewan Gelar, Tanda Kehormatan, dan Tanda Jasa yang dipimpin Menkopolhukam. Di dewan ini, nama-nama itu akan diseleksi lebih jauh dengan berbagai kriteria.
"Baru kemudian diajukan kepada Bapak Presiden dan belum tentu diterima," ujar Dipo, Minggu (17/10)
http://www.detiknews..com/read/2010/...lawan-nasional
Quote:
Soeharto Lolos, Istana Blingsatan 10 Calon Pahlawan Nasional Senin, 18 Oktober 2010 | 06:50 WIB Jakarta - Surya- Kontroversi layak tidaknya mantan presiden Soeharto mendapat gelar Pahlawan Nasional kian tajam menyusul kepastian bahwa mantan penguasa Orde Baru selama 32 tahun tersebut lolos 10 besar calon Pahlawan Nasional. Sampai-sampai pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ikut blingsatan alias salah tingkah, dengan sekali lagi menjelaskan bahwa usulan Soeharto menjadi pahlawan bukan dari pemerintah. Dia menjelaskan, pemerintah menyeleksi secara ketat nama-nama itu. “Banyak yang dipertimbangkannya,” ujarnya lagi. Selain soal jasanya bagi bangsa dan negara, juga pertimbangan hukum. Dalam kasus Soeharto, kata dia, pemerintah juga mengkaji soal Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Pasal 4 Tap MPR itu menyebutkan soal pemberantasan korupsi terhadap siapa pun, termasuk Soeharto dan kroni-kroninya. Dipo menegaskan Soeharto yang bergelar Jenderal Besar diajukan oleh masyarakat untuk menjadi pahlawan nasional, bukan oleh pemerintah maupun Istana Kepresidenan SBY. Dipo memandang perlu menegaskan hal ini, menanggapi pemberitaan seolah-olah pemerintah mengajukan nama mantan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. “Seolah-olah Soeharto itu usulan pemerintah. Tidak, itu bukan usulan pemerintah, tapi masyarakat. Semua nama tokoh yang akan diajukan menjadi Pahlawan Nasional itu usulan masyarakat,” katanya. Ia menduga, isu bahwa pemerintah mengusulkan nama Soeharto hanya untuk memanas-manasi suasana, menjelang satu tahun Kabinet SBY-Boediono. “Tampaknya ada yang ingin mengompori masyarakat, mendiskreditkan Presiden, terutama adalah mereka yang ingin berdemo tidak senang dengan pemerintahan di tanggal 20 Oktober nanti,” katanya. Mantan tahanan politik (tapol) era Soeharto, Budiman Sudjatmiko, menilai, Soeharto tidak layak diberi gelar Pahlawan Nasional. Sebab, tokoh yang diangkat sebagai pahlawan haruslah orang yang karakter dan kiprahnya di atas rata-rata orang, bermanfaat, serta menjadi teladan bagi orang banyak. “Almarhum Soeharto memiliki sejumlah cacat karena diduga kuat atas korupsi dan tindakan kejahatan kemanusiaan terhadap hampir seluruh lawan politiknya,” kata Budiman yang kini anggota DPR RI dari Fraksi PDIP. Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Andi Arief mengatakan, penganugerahan gelar pahlawan bagi Soeharto saat ini tidak tepat. “Itu bukan jawaban atas masalah-masalah yang sedang dihadapi bangsa saat ini,” kata Andi dilansir Tempointeraktif, Minggu (17/10). http://www.surya.co.id/2010/10/18/so...lingsatan.html ------------- Daripada dikasih gelar pahlawan, pak Harto maupun Gus Dur, lebih baik statusnya dulu diperjelas dan dibebaskan dari catatan sejarah, bahwa menurut Tap MPR-RI, keduanya telah ditetapkan sebagai Presiden yang gagal akibat melakukan kesalahan melanggar UUD 1945 dan KKN. Apa artinya keduanya dikasih stempel 'Pahlawan nasional' , kalau namanya belum dibersihkan dari stempel MPR itu? Begitu pula dengan status presiden pertama, Soekarno. Apa kata anak-cucu kita kelak di kemudian hari? Think! |
---------------
Mungkin di masa Andi Arief masih suka demo di jalan dulu, dan kini sebagai staff akhli Presiden yang membidangi bencana, melihat kekejaman dan bencana yang pernah ditimbulkan oleh sebab peerbuatan Soehato di saat dia berkuasa di negeri ini, tak bedanya dengan 'Fir'aun Jawa' ... sehingga tak layaklah diberi gelar pahlawan ....