Spoiler for gambar:
Spoiler for gambar:
Spoiler for gambar:
Spoiler for beritanya:
KOMPAS.com — Penelitian baru kini tengah dilakukan untuk peranti otak nirkabel yang kelak diharapkan bisa memindai pikiran dengan cepat untuk mengambil data percakapan demi menolong orang yang mengalami kerusakan otak agar bisa berkomunikasi.
Baru-baru ini, para ilmuwan menciptakan peranti otak untuk membantu komunikasi bagi orang yang tak bisa lagi berbicara dengan cara membaca gelombang otak lewat elektroda yang ditempel ke kepala. Sayangnya, ini terbukti sangat lamban, kira-kira hasilnya satu kata per menit sehingga tak mungkin diterapkan pada pembicaraan normal dan interaksi sosial.
Kini, ahli saraf kognitif Frank Guenther dari Universitas Boston bersama para koleganya menunjukkan suatu peranti otak yang memakai elektroda yang ditanamkan langsung dalam otak demi meneliti cara bicara dalam waktu riil.
"Tak lama lagi, individu yang telah lumpuh total sehingga tak bisa berbicara akan memiliki kemungkinan untuk bersuara lewat komputer laptop," kata Guenther.
Para ilmuwan bekerja bersama sukarelawan berumur 26 tahun yang hampir lumpuh total akibat stroke yang dialaminya di usia 16 tahun. Mereka menanamkan elektroda dengan dua kawat ke bagian otak yang tugasnya memikirkan dan menjalankan gerakan yang berhubungan dengan berbicara.
Elektroda itu mencatat sinyal dari otak ketika sang sukarelawan mencoba berbicara, lalu secara nirkabel data itu dikirim pada suatu alat synthesizer suara. Penundaan antara aktivitas otak dan hasil suara rata-rata hanyalah 50 milidetik. Ini cukup mendekati pembicaraan normal.
"Ia (sukarelawan) cukup bersemangat, terutama selama beberapa hari pertama ketika kami memakaikan alat itu dan seiring ia membiasakan diri," ucap Guenther, "Saya yakin dari sisi dia, kemajuan kami terlihat lelet. Kami pun kadang merasa begitu. Tapi biar bagaimanapun ia senang bisa mendapatkan hasil suara dengan waktu riil atas kehendaknya untuk bicara, dan ia bekerja keras dengan senang hati bersama kami selama percobaan."
Para peneliti berfokus pada huruf vokal karena komponen suaranya telah dipelajari selama puluhan tahun dan peranti lunaknya sudah tersedia untuk dengan cepat menghasilkan suara. Tingkat akurasi huruf-huruf vokal yang dihasilkan sang sukarelawan lewat synthesizer itu maju pesat dari 45 persen menjadi 89 persen akurat dalam 25 sesi selama lima bulan.
"Sukarelawan kami bisa menghasilkan urutan bunyi vokal seperti 'ah-ii'. Ini gerakan gerakan vokal yang cukup mudah."
Guenther menerangkan. "Tantangan berikutnya adalah menghasilkan suara konsonan. Ini akan memerlukan synthesizer yang berbeda, yaitu suatu synthesizer artikulasi di saat sang pemakai akan mengendalikan gerakan suatu lidah maya.
"Synthesizer macam ini memungkinkan terbentuknya suatu kata penuh, tapi sistemnya lebih rumit untuk dikendalikan sang pemakai," lanjutnya, "Ini, dan dipadukan dengan tambahan elektroda untuk memindai dan memancarkan data, nanti mustinya bisa membuka jalan atas terciptanya sistem untuk menghasilkan kata-kata dan kalimat penuh."
Sistem yang sekarang digunakan mengambil data hanya dari dua kawat. "Dalam setahun akan memungkinkan untuk menanam sistem dengan 32 kawat," kata Guenther, "Dengan ini kita bisa memindai lebih banyak neuron, yang akhirnya dapat mengendalikan synthesizer dan menghasilkan suara yang lebih baik.
Para ilmuwan menjabarkan penemuan mereka di jurnal PLoS ONE edisi 9 Desember 2009.
Baru-baru ini, para ilmuwan menciptakan peranti otak untuk membantu komunikasi bagi orang yang tak bisa lagi berbicara dengan cara membaca gelombang otak lewat elektroda yang ditempel ke kepala. Sayangnya, ini terbukti sangat lamban, kira-kira hasilnya satu kata per menit sehingga tak mungkin diterapkan pada pembicaraan normal dan interaksi sosial.
Kini, ahli saraf kognitif Frank Guenther dari Universitas Boston bersama para koleganya menunjukkan suatu peranti otak yang memakai elektroda yang ditanamkan langsung dalam otak demi meneliti cara bicara dalam waktu riil.
"Tak lama lagi, individu yang telah lumpuh total sehingga tak bisa berbicara akan memiliki kemungkinan untuk bersuara lewat komputer laptop," kata Guenther.
Para ilmuwan bekerja bersama sukarelawan berumur 26 tahun yang hampir lumpuh total akibat stroke yang dialaminya di usia 16 tahun. Mereka menanamkan elektroda dengan dua kawat ke bagian otak yang tugasnya memikirkan dan menjalankan gerakan yang berhubungan dengan berbicara.
Elektroda itu mencatat sinyal dari otak ketika sang sukarelawan mencoba berbicara, lalu secara nirkabel data itu dikirim pada suatu alat synthesizer suara. Penundaan antara aktivitas otak dan hasil suara rata-rata hanyalah 50 milidetik. Ini cukup mendekati pembicaraan normal.
"Ia (sukarelawan) cukup bersemangat, terutama selama beberapa hari pertama ketika kami memakaikan alat itu dan seiring ia membiasakan diri," ucap Guenther, "Saya yakin dari sisi dia, kemajuan kami terlihat lelet. Kami pun kadang merasa begitu. Tapi biar bagaimanapun ia senang bisa mendapatkan hasil suara dengan waktu riil atas kehendaknya untuk bicara, dan ia bekerja keras dengan senang hati bersama kami selama percobaan."
Para peneliti berfokus pada huruf vokal karena komponen suaranya telah dipelajari selama puluhan tahun dan peranti lunaknya sudah tersedia untuk dengan cepat menghasilkan suara. Tingkat akurasi huruf-huruf vokal yang dihasilkan sang sukarelawan lewat synthesizer itu maju pesat dari 45 persen menjadi 89 persen akurat dalam 25 sesi selama lima bulan.
"Sukarelawan kami bisa menghasilkan urutan bunyi vokal seperti 'ah-ii'. Ini gerakan gerakan vokal yang cukup mudah."
Guenther menerangkan. "Tantangan berikutnya adalah menghasilkan suara konsonan. Ini akan memerlukan synthesizer yang berbeda, yaitu suatu synthesizer artikulasi di saat sang pemakai akan mengendalikan gerakan suatu lidah maya.
"Synthesizer macam ini memungkinkan terbentuknya suatu kata penuh, tapi sistemnya lebih rumit untuk dikendalikan sang pemakai," lanjutnya, "Ini, dan dipadukan dengan tambahan elektroda untuk memindai dan memancarkan data, nanti mustinya bisa membuka jalan atas terciptanya sistem untuk menghasilkan kata-kata dan kalimat penuh."
Sistem yang sekarang digunakan mengambil data hanya dari dua kawat. "Dalam setahun akan memungkinkan untuk menanam sistem dengan 32 kawat," kata Guenther, "Dengan ini kita bisa memindai lebih banyak neuron, yang akhirnya dapat mengendalikan synthesizer dan menghasilkan suara yang lebih baik.
Para ilmuwan menjabarkan penemuan mereka di jurnal PLoS ONE edisi 9 Desember 2009.